[FF] Lately [1/2]

Gambar

 

“Lately”

 

Cast(s) :

  • Choi Sooyoung (SNSD)
  • Kim Minjun (2PM)
  • Kris Wu (EXO-M)

Genre : Romance-Hurt

Rate : PG+16

Author : @WayneFanneey

Summary :

“Bertemu denganmu, membuatku berharap aku kembali ke masa lalu, untuk mencintaimu lebih dulu dari dia.”

 

***

Shot One

 

Gadis berambut cokelat-panjang itu mengangguk-anggukkan kepalanya seiring dengan alunan lagu beat yang melantun dari earphone-nya dan melewati telinganya dengan harmonis. Terkadang ia ikut bernyanyi-nyanyi sendiri sembari mendengarkan musiknya. Tidak peduli tatapan aneh dari pemuda yang duduk di sebelahnya.

 

“Choi Sooyoung, kau mengganggu konsentrasiku.” Deru pemuda itu sebal, setelah sebelumnya menatapi gadis bernama Choi Sooyoung itu lama kemudian menutup buku tebal yang sedang dibacanya.

 

Sooyoung hanya mendelikkan maniknya sekilas, lalu kembali acuh.

 

Pemuda berambut emas itu mengeluarkan decakan atas sikap temannya. Sebisa mungkin dia kembali konsentrasi pada buku yang sedang dibacanya. Ngomong-ngomong, buku setebal kamus enstein itu memang sedang dipelajarinya untuk pre-test Biologi besok. Bukan ulangan sih. Tapi Kris memang sedang mengikuti bimbingan untuk olimpiade Biologi mendatang.

 

“Apa masalahmu, sih, Wufan?”

 

“Masalahku adalah kau tidak bisa diam, berisik. Dan jangan panggil aku Wufan.”

 

Dan satu hal yang pemuda bernama Wufan itu sesali di sini—atau kita menyebutnya Kris karena dia tidak mau disebut Wufan. belajar dengan Sooyoung—ah tidak—belajar di rumah Sooyoung bukan pilihan yang tepat ternyata.

 

“Hei, lepaskan itu!” seru Kris akhirnya, kesabarannya habis sudah karena suara cempreng Sooyoung yang bernyanyi membuat gendang telinganya berdenging. Lama-lama telinganya bisa penyakitan juga.

 

Kris melepas paksa earphone yang hinggap di telinga Sooyoung. Lalu menatap gadis itu tajam, niatnya sih, mengancam. Bukannya takut, gadis itu malah merasa tertantang dan membalas Kris dengan tatapan galaknya.

 

“Kau tidak mau terganggu, belajar saja sana di rumahmu.”

 

“Aku tidak enak menolak ajakan Noona-mu untuk makan malam di sini, tahu.”

 

“Makan malamnya kan sudah selesai, kau pulang saja.”

 

“Kau seperti tidak tahu maksud sebenarnya dari Noona-mu saja, ck.” Kris berdecak lagi, sembari menggeleng tak habis pikir. “Dia memintaku makan malam di sini itu ada maksud lain.”

 

“Oh yeah, aku tahu.” Sahut Sooyoung malas.

 

“Agar aku belajar bersama dengan adiknya yang pemalas ini.” Lanjut Kris dengan oktaf di tinggikan. Sooyoung mengangguk ogah-ogahan.

 

“Terserahlah…”

 

Klek!

 

Tiba-tiba pintu kamar Sooyoung terbuka. Terlihat kepala Soojin—kakak perempuan Sooyoung—yang menyembul dari balik pintu kamar. Otomatis kedua orang yang sedang berseteru itu menoleh ke asal suara.

 

“Youngie, aku pergi dulu ya. Aku tidak akan pulang malam, kok. Jadi kalian belajarlah yang tekun, oke!” Soojin tersenyum tipis pada Sooyoung dan Kris.

 

“Tunggu, memang kau mau kemana?” heran Sooyoung.

 

“Aku ada pesta dengan rekan-rekan kerjaku. Biasa, kami menyambut kesuksesan perusahaan.” Jawab Soojin santai, tampak sekali dia tidak mengerti dengan tatapan kekesalan yang Sooyoung lemparkan padanya.

 

“Jadi, kau meninggalkanku berdua saja dengan si rambut mahal ini di rumah?!” desis Sooyoung dengan delikan maniknya sinis ke arah Kris.

 

“Siapa yang kau sebut si rambut mahal? Oh… Maaf Kris, jangan dimasukkan ke hati, ya.” Soojin menatap Sooyoung dengan wajah kesalnya, lalu beralih pada Kris dengan senyum ramahnya. Kris tanggapi dengan ekspresi maklum.

 

“Pergi saja, Noona. Kami tidak apa-apa.” Kris tersenyum dan saat itu pula Sooyoung mengumpat-umpat dalam hati atas sikap ‘sok manis’ dari Kris.

 

“Tidak! Aku ikut denganmu saja, Soojin!” ujar Sooyoung akhirnya. Dia beranjak dan menghampiri Soojin.

 

“Yah, kau masih kelas 2 SMA masa mau ke tempat party orang-orang dewasa?”

 

“Mereka tidak akan tahu aku anak SMA, lagipula.” Sooyoung menyeringai. “Aku pinjam pakaianmu, dong. Eonni-ku yang dewasa dan pengertian…” rayu Sooyoung.

 

“Ck, kau ini…” Soojin mengalah. Sooyoung memang kepala batu.

 

Dan entah kenapa, melihat Sooyoung dan Soojin pergi berarti membuat Kris tidak bisa menghabiskan waktu dengan Sooyoung malam ini, Kris memendam rasa kecewanya dalam diam.

 

***

 

“Jangan minum alkohol, mengerti?”

 

Sooyoung mengacuhkan ocehan kakaknya yang entah sudah keberapa kalinya. Gadis bertubuh tinggi semampai itu kemudian mengalihkan pandangannya pada parasmanan yang tersaji di meja. Manik bulatnya berbinar-binar melihat berbagai sajian makanan yang dihidangkan. Menggugah seleranya, kebetulan perutnya sudah lapar, padahal baru sejam yang lalu dia makan malam di rumahnya.

 

“Sudah bersenang-senanglah dengan temanmu, jangan khawatirkan aku.” Sooyoung meninggalkan Soojin yang masih menasehatinya. Jika dibiarkan, mungkin Soojin akan terus mengoceh sampai mulutnya mengeluarkan busa. Emm, tidak, itu terlalu berlebihan. Soojin paling akan mengoceh sampai telinga Sooyoung berdengung.

 

“Jangan jauh-jauh, Sooyoung!”

 

“Iya, iya, aku tahu, Nyonya!” Sooyoung terkekeh lalu menghampiri parasmanan yang jadi incarannya. Dengan cepat dia mengambil seporsi lalu memakannya dengan lahap, tanpa peduli dengan tatapan seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.

 

Pria itu memperhatikan Sooyoung yang masih asik dengan santap malamnya. Gadis dengan tubuh ramping dan kaki jenjang yang membuat maniknya tertarik untuk terus melihatnya. Tidak, pria itu bukan pervent seperti pria kebanyakan. Hanya saja, sesuatu dalam diri gadis itu memang menarik perhatiannya. Apalagi… dia sempat melihat gadis itu datang bersama Soojin.

 

Apakah adiknya? Ah, sepertinya begitu. Mereka cukup mirip. Pria itu pun menghampiri Sooyoung setelah gadis itu selesai dengan ritual makannya.

 

“Kau adik Choi Soojin?” tanyanya, berbasa-basi untuk memulai perkenalan. Sooyoung mengangguk setelah sebelumnya meminum air mineral untuk mendorong makanan yang masih menggumpal di kerongkongannya.

 

“Ya?”

 

“Aku Kim Minjun, rekan Soojin.” Jelasnya dengan senyum yang membuat Sooyoung tertegun. Pria bernama Kim Minjun itu memang tampan, tidak aneh jika Sooyoung bengong beberapa saat karena terhipnotis dengan ketampanannya.

 

“Jadi, kau benar adiknya?” pertanyaan yang sama terlontar karena Sooyoung tak kunjung menjawab.

 

Sooyoung terkesiap. “Ah… iya, benar. Aku memang adiknya, Choi Sooyoung.” Sooyoung balas tersenyum, lalu mereka berjabat tangan cukup lama. Masih saling bertukar tatapan, saling mengagumi dalam diam.

 

“Pantas saja, kalian begitu mirip.”

 

“Wajar kalau kami mirip, kami kan saudara kandung.”

 

“Bukan itu, tapi,” Minjun tertawa sejenak, “Cara makan kalian…”

 

Glek.

 

Sungguh Sooyoung malu sekali! Wajahnya pasti sudah memerah menahan malu. Kenapa image-nya buruk di hadapan pria tampan yang baru dikenalnya? Aish!

 

“Kenapa Soojin tidak pernah bercerita padaku ya dia punya adik secantik ini?” Minjun sedikit menunduk untuk melihat wajah Sooyoung, karena gadis itu menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya yang merona. Kali ini Sooyoung malu sekaligus senang karena secara tidak langsung Minjun memujinya… cantik?

 

Sooyoung terus menundukkan kepalanya karena malu, Minjun juga ikut-ikutan menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Sooyoung. Mereka saling menunduk, lalu Minjun tertawa, entah apa yang dia tertawakan.

 

Cowok ini mau apa sih?

 

“Hahaha… kau benar-benar manis…” bisik Minjun di telinga Sooyoung, disertai tawanya yang renyah. Sooyoung mengangkat kepalanya hingga dia bisa mencium aroma jas abu-abu yang dikenakan Minjun. Membiusnya untuk sesaat.

 

Minjun kembali menegakkan tubuhnya. Dia lalu mengambil minuman dan meneguknya pelan. Dan saat itu pula manik bulat Sooyoung tertuju pada sesuatu, pada jemari Minjun. Oh, tidak. Ada cincin melingkari jari manis pria berambut raven itu.

 

Dia sudah menikah Choi Sooyoung!

 

***

 

“Soojin-a, boleh aku tanya sesuatu?” tanya Sooyoung pada kakaknya saat mereka baru sampai rumah, sepulang dari pesta.

 

“Apa?”

 

“Ada rekanmu yang bernama Kim Minjun, kan?” tanya Sooyoung ragu. Melihat ekspresi Soojin setelah dia melontarkan pertanyaan itu, sepertinya Soojin tak suka.

 

“Kau tahu darimana? Kau bertemu dengannya? Eh, dia yang menemuimu duluan kah?” belum menjawab pertanyaan Sooyoung, Soojin malah balik memburu gadis itu dengan pertanyaannya.

 

“Bagaimana kau tahu?”

 

“Kau menanyakan itu karena kau tertarik padanya, kan? Kuperingatkan kau, adikku sayang… jangan dekat-dekat dengannya karena dia sudah menikah. Dan lagi, istrinya sangatlah berbahaya.”

 

Jujur Sooyoung sangat kecewa dengan jawaban Soojin, kini tebakkannya soal Minjun yang sudah menikah berarti 100% benar. Padahal, ia berharap cincin itu hanya cincin pertunangan saja. Eh tahunya…

 

***

 

Choi Sooyoung melangkahkan kakinya cepat menuju gerbang keluar. Bel pulang baru berbunyi hitungan detik yang lalu tapi dia melesat begitu cepat. Rasanya begitu malas kalau harus bertemu dengan…

 

Tidak! Orang dihindarinya malah dia temui di parkiran! Aish… Kenapa Kris sudah ada di atas motor ninjanya sambil memandangnya penuh maksud? Apa dia kalah cepat dengan Kris? Payah!

 

“Hehe, kau bisa menduluiku, ternyata…” Sooyoung terkekeh, menyembungikan rasa sebalnya. Padahal dalam hati dia sedang mengutuk-ngutuk pemuda rambut emas—pirang—itu.

 

“Naiklah, kita pergi ke suatu tempat.” Kris menyodorkan helm pada Sooyoung. “Pakai, jangan diam saja!”

 

Sooyoung manyun-manyun, “Kau pasti mengantarku pergi ke suatu tempat buat belajar. Mentang-mentang Guru Kim menyuruhmu jadi tutorku, jangan seenaknya, ya!” tuduh Sooyoung.

 

“Salah sendiri nilai Biologi, Kimia, dan Fisika-mu di bawah garis kemiskinan, hahaha!” Kris malah terbahak. “Jadi, selama dua bulan kedepan kita tidak akan terpisahkan, ck. Harusnya kau senang karena mendapat tutor setampan aku.”

 

“Cish…” Sooyoung mendelik. “Aku tidak mau belajar denganmu, kau tidak bisa diajak kerjasama Tuan Wu yang tampan! Lagipula kan ada Jonghyun atau Luhan atau siapapun asal tidak dengan cowok pesolek sepertimu!”

 

Kris sebenarnya akan menonjok orang yang mengatainya ‘cowok pesolek’, tapi akan berbeda jika Sooyoung yang mengucapkannya. Dia akan anggap itu sebagai panggilan ‘sayang’ dan berusaha menahan emosinya.

 

“Sudahlah jangan banyak protes. Aku tidak akan mengajakmu belajar di hari pertamamu denganku ini, kita kencan.” Kris kembali menyodorkan helm itu dan kini Sooyoung menerimanya dengan semangat.

 

“Serius? Woaah, ayo jalan!”

 

“Giliran kencan kau paling semangat. Kau menyukaiku, ya?”

 

“Aku semangat karena aku sudah lapar, kencan berarti traktir makan, bukan?” Sooyoung balik bertanya dengan wajah polosnya, dia menerawang dengan mata cokelat berbinar-binar ke langit. Ahh… makan sashimi sampai kenyang karena di traktir oleh pemuda sekaya Kris, dia beruntung sekali hari ini!

 

Kris memutar bola matanya malas. Kebiasaan, saat kesal dia selalu menggas motornya mendadak. Membuat Sooyoung spontan mendekapnya erat dari belakang dan meneriakinya dengan sumpah serapah yang meluncur begitu saja.

 

***

 

Motor Ninja Kris kemudian berhenti di tempat dengan lampu-lampu dan bangku-bangku yang tertata disana-sini. Oh, tanaman-tanaman juga. Butuh sekiranya setengah menit bagi Sooyoung untuk menyimpulkan bahwa ini adalah taman.

 

Tapi kenapa sepi sekali? Dan, terpencil?

 

Inginnya gadis tinggi itu mengajak Kris untuk mampir ke cafe di seberang sekadar mengurangi rasa laparnya. Tapi tampaknya, Kris sudah menyibukkan diri lebih dulu dengan buku yang dibawanya. Sooyoung mendengus sebal. Gadis itu pun memutuskan duduk di samping Kris kemudian mulai berselancar ria di jejaring sosial dengan IPhone-nya.

 

Lalu, hening.

 

Lama-lama bosan juga. Sooyoung melirik ke arah Kris yang tampak acuh sekali padanya.

 

Cish. Apa ini yang namanya kencan?

 

“Taman ini,” Sooyoung bersuara—sekedar membuka topik agar bisa bertanya, “Bagus. Tapi kenapa sepi sekali, ya?”

 

Kris menoleh, sepertinya perhatiannya mulai terpancing.

 

“Memang. Aku sengaja mencari tempat yang tidak berisik tapi nyaman. Dan, karena letak taman ini yang cukup strategis, tak banyak orang yang tahu.”

 

“Hmm,” Sooyoung menggumam sebagai tanggapan.

 

“Nah, ayo keluarkan bukumu,” Ujar Kris. “Kita belajar di sini.”

 

“Heh? Kau bilang tidak belajar!” tuntut Sooyoung.

 

Kris mengetukkan jari telunjuknya ke dahi Sooyoung, gadis itu sedikit meringis lalu terdengar omelan-omelan kecil dari bibir tipisnya. Sooyoung mengeluarkan buku pelajarannya dengan kesal.

 

Ujung-ujungnya dia menurut juga.

 

Sebenarnya Sooyoung malas-malasan kalau harus belajar dengan Kris. Karena Kris selalu memberi pertanyaan yang sulit, menurutnya. Kadangkala Kris menyetil dahi Sooyoung saat gadis itu tak bisa menjawab pertanyaan yang segitu mudah. Tapi kadang pula Sooyoung tertawa-tawa bangga saat berhasil menjawab pertanyaan yang Kris lontarkan padanya. Walau sering bertengkar—berseteru—karena hal kecil tapi mereka terlihat sangat akrab dan nyaman satu sama lain.

 

“Suara apa itu?” setelah memandangi Sooyoung beberapa saat, Kris spontan bertanya secara gamblang.

 

“Yah… suara perutku kurang lebih.” Sooyoung menjawab agak malu.

 

Sifat Sooyoung yang terlalu jujur ada kalanya membuat Kris tertawa walaupun tidak lucu sama sekali, “Baiklah belajarnya sampai di sini dulu, sekarang kita makan.”

 

***

 

Tik.

 

Sedetik setelah mereka selesai makan dan keluar dari cafe itu, setitik air mengenai hidung Sooyoung. Gadis itu menengadahkan kepalanya melihat ke langit, “Mendung.” Gumamnya pelan.

 

Lama kelamaan titik-titik air yang konstan beradu dengan tanah itu semakin cepat. Kini gerimis berganti hujan deras. Para pejalan kaki yang melintas berlarian mencari tempat berteduh. Begitu pula kedua orang yang kini berdiri di depan cafe.

 

Kris yang mendengarnya menoleh, “Kita tunggu sampai hujannya reda.”

 

“Tapi sekarang sudah sore, menjelang malam!” ujar Sooyoung sembari mengeratkan jaketnya. Udara juga semakin dingin, fiiiuh…

 

“Kau mau pulang hujan-hujanan lalu sakit? Tidak akan kubiarkan!”

 

“Sooyoung-ssi?” celetuk seseorang dari arah belakang Sooyoung. Oh, rasanya Sooyoung mengingat suara khas yang satu itu.

 

“Kim Minjun?” Sooyoung menyahut mendapati orang—pria itu—tersenyum padanya. Yang membuatnya jatuh cinta dan patah hati di saat yang bersamaan, kemarin. Weird, easy come easy go.

 

Ingat, dia sudah beristri Choi Sooyoung!

 

“Emm, dengan istrimu?” tanya Sooyoung tiba-tiba. Hanya mencari topik pembicaraan saja.

 

“Tidak—ah, bagaimana kau tahu aku sudah…?”

 

“Di jari manismu, itu…” Sooyoung menganggungkan kalimatnya, menunjuk bagian tubuh Minjun yang baru diucapnya.

 

“Ah, benar,” Minjun langsung paham dan mengangguk. “Kau dengan kekasihmu?” sambung Minjun.

 

“Kami teman,” kata Sooyoung cepat. Kris merasa jadi hantu di antara perbincangan mereka akhirnya di libatkan juga, walau sedikit. “Kris, kenalkan dia teman Eonni-ku, Kim Minjun.”

 

Kris mengangguk menanggapi.

 

“Dan Minjun…?” Sooyoung lagi-lagi menggantung kalimatnya.

 

Minjun terkekeh sejenak, “Hahaha, paggil saja Oppa, jika tidak keberatan.”

 

“Minjun Oppa, dia Kris Wu, teman kelasku.”

 

Kris ingin bertanya kenapa Sooyoung bisa mengenal pria itu—karena dilihat dari penampilannya jarak usia pria itu dan Sooyoung sepertinya terpaut jauh—tapi dia urungkan, sebaiknya nanti saja. Oh benar, pasti Sooyoung mengenalnya dari acara pesta kakaknya kemarin malam.

 

“Ya, senang bertemu denganmu.” Kris akhirnya menyahut, formal sekali. Keheningan yang muncul lagi cukup mengganggunya. Membawa suasana canggung.

 

Rintik air yang menghujam Seoul sore itu perlahan memudar, dan berhenti setelah sekian menit mereka menunggu. Untung saja hanya sebentar. Jika tidak, mungkin Sooyoung terus merasa tidak nyaman dengan suasana canggung seperti itu.

 

“Ayo,” Kris menarik pergelangan tangan Sooyoung agar mengikutinya begitu rintik konstan dari langit berhenti sempurna. “Aku akan mengantarmu.”

 

“Minjun Oppa, aku duluan ya.” Tak lupa Sooyoung memberi lambaian tangan dan senyum ringan pada Minjun.

 

“Tunggu, sebaiknya kau pulang denganku saja. Kebetulan aku mau ke rumahmu, ada yang harus kubicarakan dengan Soojin.” Ucapan Minjun seakan tombol pause yang membuat langkah Sooyoung berhenti, Kris reflek melepaskan genggaman tangannya pada Sooyoung.

 

Tapi, kenapa rasanya berat sekali ya untuk membiarkan Minjun mengantar Sooyoung pulang malam itu?

 

Ada apa dengannya?

 

***

 

Awan hitam kembali menyelimuti langit Seoul saat mereka dalam setengah perjalanan menuju rumah Sooyoung. Rintik hujan perlahan turun lagi, kini kristal-kristal bening itu tak sederas sebelumnya, kini hanya gerimis kecil. Sooyoung menatap keluar jendela mobil Minjun, tenggelam dalam pikirannya. Entah kenapa ada perasaan bersalah yang mengganjal kala dia meninggalkan Kris di cafe tadi. Kris sepertinya tidak suka pada Minjun, dilihat dari tatapannya. Ya, Sooyoung simpulkan begitulah kira-kira, padahal belum tentu benar.

 

“Sepertinya kita berjodoh,” celetuk Minjun tiba-tiba.

 

Tersadar dari lamunannya sendiri, gadis berambut cokelat yang duduk di samping kemudi mobilnya itu menoleh, diikuti dengan pandangan aneh bercampur bingung dan heran.

 

Tak sadarkah kata ‘jodoh’ itu sesuatu yang serius? Maksudnya, ini menyangkut pasangan hidup selamanya, bukan? Tak sadarkah pria itu bahwa gadis remaja di sampingnya merasa tersinggung?

 

Tapi, kenapa Sooyoung mesti tersinggung?

 

Minjun sempat tertawa dulu sebelum melanjutkan, “Baru kemarin kita bertemu, dan sekarang kita bertemu lagi. Kebetulan kah?”

 

Sooyoung kembali ke posisi semula. Sekarang sudah paham dan tertawa renyah. Kemudian dia ikut melanjutkan candaan Minjun, “Mungkin kau benar.”

 

“Dan kuharap memang benar.”

 

Mereka berdua tertawa. Tenggelam dalam topik seputar jodoh dalam perbincangan mereka.

 

“Sudah sampai,” ujar Minjun singkat. Dia melepas seat belt-nya dan melihat pekarangan rumah Sooyoung dari jendela. “Kurasa akan ada yang mengamuk karena adiknya pulang selarut ini,” canda Minjun garing.

 

Eonni terlalu sibuk dengan pekerjaannya, kadang dia melupakanku untuk beberapa hal kecil,” Balas Sooyoung, mimiknya berubah sendu.

 

“Oh,” Minjun jadi merasa tak enak.

 

“Tak apa, aku sudah terbiasa dengan sikap cueknya.”

 

Tadinya tangan Sooyoung hendak membuka seat belt-nya lalu turun dari mobil, tapi terhenti kala tangan besar Minjun lebih dulu membukakannya. Wajah Minjun sangat dekat dengannya dan tatapan mereka nyaris bertemu—jika Sooyoung tidak mengalihkan pandangannya.

 

Klek!

 

“Kau bilang mau menemui Soojin Eonni?” tanya Sooyoung yang sudah keluar dari mobil, karena melihat Minjun yang masih berada di dalam tak tampak tak ada niatan untuk keluar.

 

“Soal itu, aku berbohong. Aku hanya ingin mengantarkanmu pulang.”

 

Eh?

 

“Kenapa?”

 

“Aku tertarik padamu,” ucap Minjun tenang, tanpa beban apapun di wajahnya.

 

Lagi-lagi Minjun tak menyadari situasi. Bahkan raut wajah Sooyoung yang berubah drastis pun tak dihiraukannya. Tak peka kah pria itu bahwa gadis yang diajaknya bicara sakit hati dengan perkataannya?

 

Seorang pria bersuami bilang padamu bahwa dia menyukaimu?

 

Bagaimana perasaanmu sekarang saat kau juga sadar ternyata kau juga menyukainya?

 

Minjun menunggu jawaban, namun Sooyoung diam saja. Tak kunjung merespon apapun, gadis itu menunduk, senang tapi bingung tapi…

 

“Maaf, aku terlalu lancang.” Sepertinya Minjun mulai menyadari situasi aneh antara mereka, dia memaksakan senyum walau ada segurat kekecewaan di wajah tampannya. Dia hendak menutup pintu mobil tapi Sooyoung menahannya.

 

“Tidak,” potong Sooyoung cepat. “Aku juga tertarik padamu, jika tidak bisa dibilang… menyukaimu.”

 

Apa?

 

Ini memang pilihan gila. Tapi Sooyoung tahu betul soal perasaannya sendiri. Dan dia tahu Minjun lelaki yang berbeda. Makanya, dia berani mengungkapkan perasaan tanpa takut apapun.

 

“Kau serius?” Minjun terbelalak.

 

Sooyoung mengangguk yakin, “Apa statusku sekarang adalah selingkuhanmu?”

 

“Maaf, Choi Sooyoung aku tidak memintamu untuk—”

 

“Aku butuh jawaban kepastian darimu.” Potong Sooyoung lagi. “Aku benar-benar suka padamu.”

 

Minjun mendongak dan menatap manik bulat Sooyoung yang bening. Ah, gadis ini memang menggodanya sejak pertama mereka bertemu malam itu. Tapi, bukan menggoda dalam tanda kutip wanita kebanyakan. Terlebih Sooyoung adalah adik dari Soojin, wanita yang pernah disukainya.

 

Choi Sooyoung, kau membuatku berdosa.

 

Tanpa jawaban untuk meresmikan hubungan mereka. Hanya bulan sebagai saksi. Malam itu, Sooyoung dan Minjun memilih sesuatu yang salah, tapi jauh dalam hati keduanya, mereka menginginkan ini.

 

Minjun mencium Sooyoung.

 

***

7 Comments Add yours

  1. @Sung_SooAe berkata:

    omona eonnie jangan,,, andwe… Itu kris kasian… Eonnie dia udh pnya istri… Jangan sama dia eonnie… Sama kris aja aduh…
    Lanjut thor… Penasaran tingkat dewa *loh

    Suka

    1. wufanneey berkata:

      aduh iya krisnya kasian, ganteng2 di campakkan, hihihi!

      Suka

  2. Febryza berkata:

    Omomomomo andwae…. tidak soo unnie plis jangan jadi selingkuhan nanti soo unnie yg rugi sendiri, itu masih ada kris yg nganggur dan siap nerima soo unnie kok

    Suka

    1. wufanneey berkata:

      sooyoungie ga mau aku kasih ta sih, dia ngotot gimana dong? >< *haha bercanda*
      thx udh komen, ching..

      Suka

  3. july berkata:

    OH NOOO!!
    What the hell are u doing choi?
    Are fucking forget that he already taken?
    OH MY GOD!
    U must be crazy choi!!
    Aish!
    Ok!
    Kalo cowoknya kyuhyun atw siwon.
    Gw pasti bkalan dukung syoo seratus persen.
    Tpi ini minjun.
    Hell ya!
    Gw bhkan mudeng yg mana dia.
    Jdi feelnya ga dapet.
    Mana,
    masih ada cowok yg gantengnya subhanallah yg msh jomblo dan jelas jelas suka ama dia,
    Kenapa syoo mau jdi selingkuhan minjun?!
    Aish!
    Salam jari tengah lah choi! -.-

    next part soon!
    Dan endingnya musti sookris! ☺

    Suka

    1. wufanneey berkata:

      aku mengap-mengap baca komenmu loh, sebegitu marahnyakah? ><
      ngomong2 soal minjun, dia cowok kece dari 2pm yang mirip sama top bigbang. dan maaf kalau feelnya ga dapet! *gagal deh*

      Suka

  4. AllayaSparkyu berkata:

    Pas bagian SooKris nya suka banget , lucu liat moment mereka yang suka cekcok/?
    Tapi pas bagian Young unni sama Min jun rasanya mereka lebih cocok jadi ‘kakak-adik’ .—-.
    Nice ff thor (y)

    Suka

Tinggalkan Balasan ke wufanneey Batalkan balasan